Tampilkan postingan dengan label Product review. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Product review. Tampilkan semua postingan

Minggu, 16 Oktober 2016

Review Sepeda Jefferys Bike London Taxi CRB L 26 inch-Cream

Sebenarnya sepeda ini bukan milik gue. Ada orang yang cukup baik membeli, menginapkannya di rumah gue dan meminjamkannya hingga waktu yang (sepertinya) tak terbatas. Mumpung bisa direview, langsunglah malem-malem ngumpulin bahan. Huahahahahahahaha...


Jefferys Bike London Taxi CRB L 26 inch Cream


Desain: London Taxi CRB ini memiliki model city bike dengan low frame sehingga memudahkan pengguna untuk naik, turun maupun berhenti dengan aman dan nyaman. Sepeda ini cocok untuk pria maupun wanita yang ingin tampil chic, dandy or vintage. You named it.

Spesifikasi: London Taxi CRB Cream ini memiliki:
  1. 6 speed Shimano shifter dan rem kanvas depan-belakang. Fitur standar untuk sepeda city bike.
  2. Sepeda ini dilengkapi dengan Front and rear cargo rack yang cukup mumpuni. Cargo rack ini dapat menjadi modal untuk membeli aksesoris lain seperti keranjang sepeda untuk dipasang di bagian depan, atau membeli boncengan anak di belakang. Anak tidak termasuk.
  3. Chain protector, untuk menghindari rok atau celana panjang terkena rantai sepeda,
  4. Stang sepeda model porteur yang dibentuk melengkung ke arah belakang untuk menampung cargo rack di bagian depan.
  5. Seatpost dengan pegas. Yes, seatpost alias jok pengendara ada pegas di bagian bawah sehingga meskipun sepeda ini rigid namun pengendaraan cukup nyaman untuk jalanan ibukota.
  6. Bicycle stand dengan kunci, sehingga sepeda ini tidak mudah roboh.
  7. Bobot: belum sempat ditimbang namun terasa bahwa sepeda ini memiliki berat sekitar belasan kg. Cukup berat.
  8. Jefferys sangat serius dengan sepeda ini hingga menggunakan steel pedal ketimbang plastik. Make sure those pedal doesn't hit your tibia. :D

Riding position: Posisi berkendara yang tegak didukung dengan porteur handlebar membuat sepeda ini cukup nyaman untuk digunakan berjam-jam tanpa takut sakit leher maupun punggung. 

Harga: Menurut pengakuan pemiliknya, sepeda ini dibeli pada saat diskon di sebuah mall ibukota, dengan harga sekitar Rp 3 Jutaan. Sementara apabila kita lihat di website Bhinneka, sepeda ini memiliki harga sekitar Rp 4 Jutaan. Harga sepeda cukup terjangkau meskipun tanpa diskon.


Jefferys Bike London Taxi CRB L 26 inch Cream

Pilihan lain/Kompetitor: Merk Polygon juga membuat sepeda city bike dengan nama Polygon Sierra. Jika dibandingkan antara Jefferys dengan Polygon, maka ada beberapa hal yang membedakan keduanya, yaitu:
  1. Harga: Polygon memberikan harga lebih murah hingga 50%.
  2. Fitur: Polygon memberikan bonus berupa keranjang sepeda depan dan bel sepeda. Bahkan Polygon Sierra Deluxe Sports Lady memiliki front fork, 21 speed dengan harga yang nyaris sama! :O
  3. Desain handlebar: Jefferys memiliki bentuk handlebar porteur yang berbeda bila dibandingkan dengan Polygon sehingga riding experience Jefferys berbeda dan sepertinya lebih nyaman ketimbang Polygon.
  4. Branding: Jefferys memiliki signage London Taxi pada frame nya, terlihat jelas dan tegas. Which is somehow membuat sepeda ini terasa seperti sepeda asal inggris sungguhan. 
Kekurangan: Jefferys bike ini menurut gue memiliki dua kekurangan, yaitu:
  1. Tidak ada bel sepeda. Aneh. Padahal bel sepeda itu semestinya fitur standar.
  2. Front cargo rack terlihat miring (lihat foto). Gue ga tau apakah memang dibuat seperti itu ataukah memang kesalahan produksi? Tanya aaah ke yang punya.

Review Sepatu Black Master Zalora vs Prodigo Kutai Black Bandung

Setelah bertahun-tahun tidak ngeblog, akhirnya balik lagi gue ke dunia ini.
Agak susah mencari bahan untuk ditulis karena gue pengennya menulis apa yang gue tau, dan topik tersebut ada di luar urusan kantor gue. Makanya beberapa blog terdahulu lebih membahas mengenai media sosial atau review sepeda, sebuah hobi yang kebetulan masih gue jalanin.

Seiring dengan kesibukan bersepeda berangkat dan pulang kerja di ibu kota, maka kebutuhan pernak perniknya semakin banyak. Salah satunya adalah sepatu. Beberapa minggu yang lalu gue disibukkan dengan urusan membeli sepatu karena setelah melalui pertimbangan panjang, sepatu untuk naik sepeda idealnya adalah sepatu kanvas yang warnanya monokromatik (hitam-putih), karena sepatu ini banyak dibebani dengan urusan outdoor, namun tampil cukup formal untuk rapat dalam ruangan.

Sepatu pertama yang gue beli adalah sepatu Black Master dari Zalora dan sepatu kedua adalah sepatu Prodigo dengan model Kutai Black buatan Bandung. Berikut adalah reviewnya:

1. Model:
Kedua sepatu memiliki model yang serupa yaitu sepatu kets dengan bahan dari kanvas, namun ada beberapa hal yang membedakan dua sepatu ini.
Black Master memiliki aksen leather warna cokelat yang membuat sepatu ini ga ngebosenin. Namun inner layernya hanya menggunakan bahan kain berwarna abu-abu. Sementara Prodigo bergerak lebih jauh dengan menggunakan inner layer motif batik, designed cushion dan aksen leather pada tepian sepatu. Babak ini dimenangkan oleh Prodigo.

Bagian Dalam Sepatu Black Master

Bagian Dalam Sepatu Prodigo Kutai Black





Bagian Dalam Sepatu Prodigo Kutai Black


Bagian Luar Sepatu Prodigo Kutai Black
2. Kerapihan: finishing Sepatu Black Master bisa dibilang dibawah rata-rata karena bagian uppersole nya ada yg kurang rapih. Sementara sisi dalam jahitan lumayan rapih. Satu hal yang mengganggu adalah lis putih yang ada pada solnya ini bukanlah satu kesatuan namun berupa sambungan yang setau gue semua sepatu yang pernah gue beli tidak ada yang memiliki bentuk seperti ini. Untuk Sepatu Prodigo produknya cukup rapih, jahitan terlihat rapih. Babak ini dimenangkan oleh Prodigo.


Tampak Atas Sepatu Black Master
Bagian Luar Sepatu Black Master


3. Kekuatan: uppersole Sepatu Black Master kuat dan tebal. Bagian depannya tebal sehingga tidak melempem/tepos. Sayangnya kekuatan ini tidak diikuti dengan sol sepatu. Sol sepatu Black Master sangat lemah, karena dibuat dari dua bagian bahan, bukan satu kesatuan sol sepatu seperti yang umumnya kita liat di sepatu kets. Sementara Sepatu Prodigo solnya terdiri dari satu kesatuan dan terlihat pula ada jahitan benang yang mendukung sepatu ini. Jelas babak ini dimenangkan oleh Prodigo.

Sol Sepatu Black Master


4. Harga: untuk harga Rp. 238.000 yang sudah termasuk ongkos kirim, sepatu Black Master harganya cukup terjangkau. Sementara Prodigo Kutai Black memiliki harga Rp. 240.000 dan belum termasuk ongkos kirim sebesar Rp. 10.000 untuk ongkir ke Jakarta, sehingga total harga menjadi Rp. 250.000. Babak ini berakhir seri.

5. Kemasan:

Kemasan Sepatu Prodigo

Sepatu Prodigo dikemas dengan apik menggunakan boks sepatu yang memiliki tali, sehingga bisa ditenteng layaknya koper. Sementara Sepatu Black Master boksnya standar, biasa banget. Bahkan waktu gue terima barang dari kurir, boksnya penyok sedikit, namun isi masih aman. Babak ini dimenangkan oleh Prodigo.
6. Keputusan: Setelah bertarung neck to neck, komparasi antara sepatu Prodigo vs Black Master dimenangkan oleh Prodigo dengan skor 5-1. Model masa kini, kualitas bagus, harga terjangkau. Thumbs up.

Catatan tambahan: Untuk sepatu Black Master adalah tidak layak dibeli karena solnya sangat rapuh. Kalo elu liat produknya di Zalora, ada review dari orang bernama Bagus Hariadi, which is gue. Review itu dibuat beberapa hari setelah gue terima sepatunya, waktu sepatunya masih kinyis-kinyis. Jadi untuk longterm test baru ada ya sekarang ini. Review yg gue submit sebelumnya itu dibuat beberapa saat setelah sepatu diterima. beberapa minggu kemudian solnya jebol karena sol tidak menempel kuat/bukan satu kesatuan. gambar yg ditampilkan tidak menampilkan sisi dalam sol yg menunjukkan adanya sambungan which is tidak lazim untuk sepatu pada saat ini. untuk lebih lanjut silahkan buka review gue di Zalora disini. Kebetulan nama sepatunya sudah berubah menjadi Black Ophelia.

Review sepatu Black Master di Zalora



Sabtu, 09 Agustus 2014

Polygon Metro 3.0 Longterm Test

Yes, judulnya bahasa inggris tapi isinya bahasa campur aduk indonesia. 
Waktu itu (di)beli(in) sepeda Polygon Metro 3.0 aseli dari dealernya. Kebetulan Metro 3.0 sekarang sudah direpackage (ganti nama) menjadi Urbano. Versi yang sekarang kelir dan stiker nama lebih ceria dan harganya nambah dikit (efek inflasi mungkin). Setelah 3 tahun dipakai dan kayaknya jarak tempuhnya mendekati 1000 km, inilah hasil reviewnya.



1. Karet Handlebar sobek
Handlebar jadi bagian yang selalu dipegang, makanya karet handlebar kadang bisa terpelintir dan sobek. Jaman gue duluuu naik sepeda, gear shifternya model dorong, jadi karet handlebarnya kaku. Mungkin kita bisa berkaca ke handlebar motor, sisi kiri mesti firm, yang kanan harus ikut melintir (grip gas) dan di Metro 3.0 gear shifternya model pelintir (twist). 
Solusinya: handlebar grip kiri bisa di lem, tapi nanti kalo mau ganti handlebar grip bakal merepotkan.



2. Munculnya karat di mudguard roda belakang
Karat yang muncul ini bisa berasal dari berbagai sumber: 
  • Sisa air/kotoran yang menempel dan tidak dikeringkan/bersihkan, 
  • Material berkualitas rendah sehingga mudah berkarat.
Solusi: rajin-rajinlah mencuci sepeda, dan ganti ke mudguard yang anti karat.




3. Speed yang terbatas
Kebanyakan rute yang gue lalui terdiri dari jalan raya yang sepi hingga sangat ramai. Sepinya jalan membuat kendaraan lain (motor, mobil) bisa melaju lebih cepat, dan hal ini membuat sepeda dengan 1x6 speed ini kewalahan. Dengan 6 speed diperkirakan top speednya mencapai 30 km/jam. 
Kenapa seli perlu ngebut? Yah kadang pesepeda butuh akselerasi cepat saat di jalur yang menyatu atau ketika akan menyalip kendaraan yang lain. 
Kalo pas macet sih gue malah merasa aman. *kode.
Solusi: tambah gear ato nabung stamina untuk saat-saat yang diperlukan.

4. Tidak ada shock absorber depan 
Kalo elu pikir naik sepeda itu bakal nyaman dan menyenangkan, salah! 
Apalagi di ibukota, jalan banyak undak-undakan gorong-gorong, lobang bahkan speedbump ato polisi tidur bikin city cycling itu lebih bahaya. Apakagi kalo tambalan aspal dari Dinas Pekerjaan Umumnya jaaaaaauh lebih tinggi dari tutup selokan itu. Hiiiii... 
Makanya gue rasa gue butuh front shock buat melibas semua lobang. Kalo menimbang Metro 3.0 yang ini, hantaman (bukan bantingan) yang keras bisa berdampak ke jari-jari, velg, fork bahkan nyawa pesepedanya.  
Solusi: ganti sepeda, ato ganti front shock aja ato set tekanan ban jadi medium, biar hantaman jalan pun bisa agak teredam.


5. Jok yang berputar
Bahan dasar Polygon Metro 3.0 sepertinya dari aluminium, ringan tapi tidak sekeras besi. Ditambah pula dengan pergerakan pengendara membuat grip kursi kadang berputar/melintir sendiri. Tambah lagi kalo ada kotoran yang nyempil. Semakin sering dipakai makan gripnya dirasa kurang kuat memegang tangkai jok. Sampai saat ini (untungnya) belum kejadian amblesnya jok sepeda.
Solusi: ganti grip kursi ato tangkai dudukan jok, tambahkan penyisip biar ga gerak atau usahakan mode mengendarai pengendara (riding style) ga rusuh.
6. Jok belakang yang (nyaris) tak berguna
Jok belakang dengan ketinggian kira-kira 50 cm dari bawah, kira-kira apa fungsinya? 
Membonceng orang? tidak. 
Membonceng anak-anak? bisa, asal ada child seatnya. 
Menaruh barang? Bisa, asal ada karet pengikatnya. Karet inilah yang jadi nilai jual jok belakang Polygon Urbano, adik dari Polygon Metro.

Yah, itulah kritik gue terhadap sepeda Polygon Metro 3.0. 
Kalo soal keuntungan Metro 3.0, gue suka karena desainnya kompak, dimensi kecil, wheel base pendek cocok buat nyelip-nyelip di jalan sempit dan macet.

Rabu, 03 Agustus 2011

Product review Polygon Metro 3.0


Below I wrote down product review of Polygon Metro 3.0, a fold able bike that i've used for 2 months.

The design is mainstream, almost similar like other folding bike, but some flaws are the joint (welding) result between frames that looks untidy.

It weighs around tenths of kilogram, not so differ from other brands.
The second flaw is the rubber for stand guard is not tight fit on the tip. Once i've lost it when I used it to go to my office, but then I notice that it still stick on the groove of my home carport :p
I should stick it tightly with a power glue.
Check picture.



Folding city bike most of them are completed with gear ratio so you can conquer uphills. The switch is located in the right hand near the hand grip. Sometime trouble happened when the handgrip also twisted when you want to switch gear, so the handgrip will move to the outside of the handbar.
See pictures below.



I think that if I put glue on it, my hand will be troubled that the hand grip will hold my gear switch movement.
Until now I haven't found solution to this problem.

And the last is that maybe I should bought bike with suspension. If you think city streets are not bumpy? You wrong. In some points, there are craters ready to swallow them that uncautious :p
Or maybe that the shape of the seat is "split" my butt? I think so. Compare to motorcycle seat that broader.
The choice is yours, remember, ride safely.